Minggu, 14 Juni 2009

CAPRES-CAPRES STATUS QUO

Siapapun presidennya, yang menang adalah neoliberal, begitu kata seorang pengamat ekonomi. Sedemikian neolibkah para kandidat psresiden kali ini…??

Tiga pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka pun telah memperoleh nomor urut. Megawati-Prabowo nomor 1, kemudian Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono nomor 2 dan nomor 3 M.Jusuf Kalla-Wiranto. Mereka pun sudah tancap gas untuk meningkatkan popularitas. Kendati masa kampanye belum dimulai, perang iklan di media masa telah dimulai. Mereka berani mengobral janji untuk meningkatkan pertumbuhan ekomoni nasional. Dihadapan Kadin, SBY menjanjikan pertumbuhan 7 persen, JK 8 persen dan Mega 10 persen. Menurut mantan kepala Bappenas Kwik Kian Gie, program ekonomi ketiga Capres-Cawapres masih sekadar retorika. Belum ada satupun Capres yang mencoba memaparkan strategi pencapaiannya.

Neoliberal
Pernahkah ada konsep-konsep mereka untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut ? hampir semuanya sama dan sebangun. Kendati ada yang membungkusnya dengan ekonomi kerakyatan, pada prinsipnya mereka bertiga tetap dalam gelombang neoliberalisme global. Tak heran jika banyak pengamat menilai tidak ada satupun dari tiga calon presiden tersebut yang bukan neoliberal. Ekonom Drajad Hari Wibowo menyatakan kebijakan ekonomi neoliberal dicirikan oleh setidaknya ada 3 hal. Pertama, pengutamaan stabilisasi ekonomi makro dibanding faktor ekonomi yang lain. Kedua, liberalisasi perdagangan dan investasi dan ketiga, privatisasi dan penjualan aset strategis. Kebijakan tersebut menyebabkan arus dana keluar sangat besar untuk kebutuhan impor. Dengan demikian banyak devisa yang keluar. Nah untuk menutup defisit kemudian dilakukan dengan utang luar negeri. Selain itu juga masih menurut Drajad Hari Wibowo bahwa memang ekonomi liberal diciptakan agar kita tergantung kepada negara asing.
Sedangkan menurut pengamat ekonomi Revrisond Baswir, paham neoliberalisme bisa dilihat dari sejumlah kebijakan privatisasi BUMN. Ia menambahkan, ketiga capres yang akan maju dinilai sangat kental dengan agenda privatisasi BUMN tersebut. Dalam suatu forum diskusi neolib dan ekonomi kearakyatan di jakarta 25 mei lalu, ia menuturkan kembali, tiga capres tidak menyakinkan kita bahwa mereka bisa mejalankan ekonomi kerakyatan. Ia memaparkan pengalamannya ketika ikut membahas RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menegah Nasional) 2004-2009. “ sudah kelihatan bahwa rezim saat ini adalah rezim anti subsidi,” katanya. Porsi anggaran subsidi di APBN terus berkurang dan ini mencerminkan kebijkan politik pemerintah yang tidak pro kepada rakyat. Ia mengungkapkan, pada 2004 jumlah subsidi adalah sebesar 6,3 % dari PDB. Namun sampai 2009 jumlah subsidi ini terus dikurangi menjadi hanya tersisa 0,3% dari PDB. “ ini bukanlah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, tapi Rencana Kejahatan Jangka Menengah Nasional,”tandasnya. Revrisond menilai, ketiga capres akan sulit merealisasikan paham ekonomi kerakyatan, paham yang saat ini banyak disampaikan para capres. Hal ini karena ketiga capres ini sama sekali tidak menyinggung koperasi yang merupakan kunci ekonomi kerakyatan.
Hal senada diungkapkan oleh pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Ia berpendapat tidak mungkin para capres dan cawapres peseta pemilu 2009 bisa menjalankan kebijakan ekonomi keyakyatan. “Berdasarkan perjanjian-perjanjian utang luar negeri dengan mitra lembaga-lembaga multilateral, saya konsisten dengan pendapat saya sejak 1999. “Yakni siapapun presidenny, neoliberal pemenangnya,” tandasnya dalam diskusi yang sama. Kasus kenaikan BBM sejak era Megawati hingga kenaikan BBM Mei 2008, menurut Ichsan menjadi bukti bahwa indonesia telah berhasil didikte oleh pasar energi. “Sektor-sektor strategis memang diminta tidak lagi disediakan pemerintah, neoliberal mengharuskan pemerintah cukup menjadi regulator saja,”ujarnya. Karena Indonesia sudah diperangkap dalam perjanjian luar negeri yang mengharuskan berlakunya pasar bebas, perdangan bebas, liberalnya industrii keuangan dan kewajiban meminimalkan peranan pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa publik, lanjutnya, pemerintah ke depan berada dalam kemasan eknomi kerakyatan berisi ekonomi liberal. Karenanya, ia berani mengatakan,” Konteksnya memang ekonomi kerakyatan, tapi jangan tanya isi dan konsistennya dengan gagasan demokrasi ekonomi menurut konstitusi.
Tidak hanya itu, ketiga calon juga tidak ada yang pro ekonomi syariah. Dalam kesempatan terpisah, Ichsan mengatakan ini bisa dibuktikan dari kebijakan selama 5 tahun ke belakang. “Walaupun mereka telah melakukan kontrak politik dengan parpol islam, tapi pada prakteknya 5 tahun ke belakang belum ada bukti dan parahnya sekarang justru mereka mendapat dukungan dari parpol islam lagi,” ujarnya. Ini semua, kata Ichsan, karena indonesia sudah terlanjur terikat perjanjian dengan IMF, ADB dan Bank Dunia. “Siapapun pemenangnya akan diikat oleh perjanjian dengan asing. Saya tidak bisa memastikan apakah ketiganya dapat bebas dari segala bentuk penjajahan,” ujarnya.

Fakta Empiris
Tiga calon presiden yang kini bertarung sebenarnya adalah satu kongsi. Setelah masa pemerintahan Gus Dur jatuh, megawati menjadi presidennya. Saat itu SBY menjadi Menko Polkam dan Jusuf Kalla sebagai Menko Kesra. Megawati dibantu penuh oleh para pembantunya ini dalam menerapkan kebijakannya, termasuk Boediono yang saat itu menjadi Menteri Keuangan. Di masa Megawati ini, pemerintah mengambil berbagai kebijakan yang notabene adalah kebijakan pro penguasaha dan asing. Saat itu lahir berbgai UU Migas, UU Sumber Daya Air, dan UU kelistrikan yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Proses liberalisasi berlangsung massif.
Privatisasi menimpa sejumlah perusahaan Negara yang strategis. PT Indosat menjadi salah satu korban. Perusahaan plat merah yang memegang informasi Negara ini dilego dengan murah pada 2002 oleh Megawati kepada Temasek, BUMN milik Singapura dengan harga Rp 5 trilyun. Kini Indosat sudah bergarga lebih dari Rp 16 trilyun. Padahal waktu itu, Indosat bukanlah perusahaan yang merugi bahkan memiliki prospek cerah. Obral murah juga dilakukan oleh Megawati terhadap LNG Tangguh. Obral ini diduga merugikan Negara trilyunan karena gas tersebut dijual dibawa harga pasar kepada Cina. Padahal gas yang sama dari Bontang harganya jauh lebih mahal.
Kebijakan pro pengusaha juga terlihat dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) tentang pemanfaatan hutan lindung. Dengan kebijakan itu, hutan lindung yang seharusnya tidak boleh diganggu malah dipersilahkan untuk dimanfaatkan demi alasan pembangunan. Begitu dekatnya dengan pengusaha, Megawati mengeluarkan kebijakan release and discharge (R&D) yang membebaskan para konglomerat hitam pengemplang BLBI dari jerat hokum. Mereka diberi kesempatan melunasi utangnya dengan menyerahkan asset kepada BPPN. Ternyata harga jual asset itu pun tak setara dengan utangnya. Konon dalam kebijkan ini salah satu orang yang terlibat adalah SBY.
Saat rezim Megawati ini pula, pemerintah dan IMF menandatangani Letter of Intent (LoI) yang isinya memperbaruhi paket program kebijaksanaan ekonomi dan keuangan. LoI tersebut ditandatangani oleh Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Menteri Keuangan Boediono dan Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin sebagai wakil pemerintah Indonesia dan Deputi Direktur IMF untuk Asia Pasifik, Anoop Singh sebagai wakil IMF. Kerjasama dengan asing ini terus berlangsung selama rezim SBY-JK. Memang pada waktu itu pemerintah berhasil melunasi utangnya ke IMF. Namun pemerintah mencari alternative pinjaman lain dari ADB dan Negara lain. Walhasil jerat asing di Indonesia tidak kunjung usai. Seperti pendahulunya, rezim SBY-JK pun pro asing. Rezim ini menyerahkan Blok Cepu kepada Exxon Mobil setelah menlu AS Condoleeza Rice datang ke Indonesia. cadangan minyak ini gagal diolah sendiri oleh anak negeri melalui pertamina hanya gara-gara mementingkan asing. Padahal pertamina mampu untuk itu dan menawarkan proposal yang lebih menarik. Demi kepetingan pasar bebas, SBY-JK rela menaikkan harga bahan baker minyak (BBM) berkali-kali lipat. Padahal BBM sebelumnya telah dinaikkan oleh Megawati. Di masa SBY-JK harga BBM naik 3 kali lipat. Kenaikan ini didasari semangat untuk mencabut subsidi bagi rakyat. Harga diserahkan kepada mekanisme pasar sebagaimana kebijakan liberalisme di Indonesia. ini memungkinkan swasta asing bisa masuk ke Indonesia dan bersaing dengan pertamina dalam distribusi. Peran JK sangat kental dalam kenaikan ini. Hampir semua kenaikan harga BBM, JK-lah yang mengumumkannya.
SBY-JK pun tak mau ketinggalan dengan kebijkan Megawati untuk menjual aset-aset negara. Tahun 2008, ditargetkan ada 38 BUMN yang dilego. Satu diantaranya adalah PT Krakatau Steel, perusahaan baja terbesar di indonesia. Privatisasi ini mengundang protes sehingga untuk sementara masih mengambang. Lagi-lagi seperti kebijakan Mega, rezim SBY-JK pun mengeluarkan peratuaran pemerintah yang memungkinkan para pengusaha bisa menjarah hutan lindung untuk kepentingan pembangunan. Meski mendapat protes, PP itu tetap dilaksanakan. Dan banyak orang lupa, siapapun yang terpilih menajdi presiden, mereka sebenarnya telah dikungkung oleh UU liberal sebelumnya. Ada UU Migas, UU PMA, UU SDA dan sebagainya yang mengharuskan pemerintah tunduk padanya.

Sekuler Tulen
Diluar kebijakannya yang pro liberal, ketiga calon presiden ini tidak bisa menyembunyikan dirinya bahwa mereka adalah orang sekuler tulen. Bicara Megawati, sudah pasti karena ia melanggar ketentuan islam itu sendiri yaitu larangan wanita sebagai pemimpin. Terkait dengan islam, sosok Megawati juga diketahui telah bersembahyang di sala satu pura di Bali, mengikuti cara sembahyang orang hindu. Hal ini terekam oleh banyak kamera di saat Megawati tengah mempersiapkan pencalonannya sebagai presiden. Paham sekuler ini pun diturunkan kepada partanya PDI-P. Mereka begitu phobia jika ada aturan yang didasarkan atas ketentuan islam.
SBY dalam sebuah pertemuan dengan komunitas Cina menyatakan dengan tegas bahwa dirinya adalah penganut paham pluralisme. Ia menyakinkan bahwa dirinya tidak akan menerapkan syari’at islam atau memasukkan syari’at islam dalam aturan konstitusi. Bersama dengan SBY-JK, rezim ini tidak menghiraukan tuntutan umat islam untuk membubarkan aliran sesat Ahmadiyah. Sebelumnya, ketika rezim Megawati berkuasa disana ada SBY-JK, pemerintah mengeluarkan perpu Anti Terorisme. Dengan perpu ini banyak orang yang ditangkap karena dianggap terlibat dalam aksi terorisme. Perpu ini sangat kental nuansa pesanannya demi kepentingan war on terorism (perang terhadap teroris) yang digalang oleh AS. Ustad Abu Bakar Ba’asyir pun ditanggkap paksa ketika masih dirawat di rumah sakit karena diangap terlibat Jamaah Islamiyah. Meski tidak terbukti, ia tetap dipenjarakan dengan mencari kesalahan lainnya.
Sikap sekuler ini juga diperlihatkan JK ketika muncul Perda Syari’at di berbagai daerah. JK menyatakan perda ini merendahkan derajat islam dan menyinggung para ulama. Menurutnya, orang seharusnya mengamalkan ajaran Alquran bukan karena perda. JK memandang islam adalah urusan pribadi. Menurutnya seperti dikutip Antara, perda syari’at itu seperti menunjukan bahwa umat islam di indonesia tidak melaksanakan syari’at, sehinga perlu diatur dalam bentuk perda syari’at. Dalam pandangannya, umat islam sudah melaksanakan syari’at dan pemerintah tak pernah melarangnya.

Jalan Baru
Banyak pihak telah mempredikasi, pemerintahan yang akan terpilih tidak mengubah sistem yang ada. Track Record mereka mengarah kesana. Mereka akan tetap tunduk pada sistem kapitalisme global. Karena itu, sebuah mempi jika mengharapkan perubahan terjadi secara mendasar bagi indonesia. Untuk sebuah perubahan, indonesia perlu jalan baru. Bukan hanya perubahan orang. Tapi juga sistemnya. Tidak mungkin jalan lama yang sudah rusak dipertahankan. Terbukti Indonesia tetap terpuruk meski presidennya telah berganti berkali-kali.
Hanya dengan perubahan sistem kufur menjadi sistem islam sajalah, menurut ustad Abu Bakar Ba’asyir, Indonesia akan mendapatkan keberkahan. “Islam sudah mempunyai konsep yang jelas dan shohih yaitu siapapun harus mengatur Negara dengan hukum islam 100%,” tandasnya. Maka pilihannya pun Cuma satu, tetap mempertahankan sistem kufur atau merombak total menjadi sistem islam 100%.


DAFTAR TOTAL KEKAYAAN PASANGAN CAPRES-CAWAPRES
Nama Jumlah
Jusuf Kalla
Wiranto
Megawati
Prabowo
SBY
Boediono Rp 314,5 milyar dan 25.668 $ AS
Rp 81,75 milyar dan 378,625 $ AS
Rp 256,45 milyar
Rp 1,58 trilyun dan 7.572.916 $ AS
Rp 6,85 milyar dan 246,389 $ AS
Rp 22,07 milyar dan 15.000 $ AS
Data laporan kekayaan dari KPU yang telah diklarifikasi oleh KPK 2009

Minggu, 07 Juni 2009

alhamdulillah hasil seleksi ETOS, tes tulis dan wawancara yang kemarin sudah keluar. Jika bapak/ibu/saudara mau lihat hasilnya, silakan download di sini.
terima kasih.